Melihat kembali potensi yang ada di Desa Poncosari, sebagian dari kita mungkin akan terkejut. Bahwa sebenarnya Poncosari memiliki fondasi untuk tumbuh sebagai desa berkelanjutan yang sesuai dengan kriteria desa ideal di masa depan.
Lalu, apa saja yang dimiliki Poncosari?
Warga Poncosari merupakan motor utama dalam pembangunan. Masyarakat Poncosari memiliki latar belakang pencaharian sebagai petani. Namun dengan perubahan kondisi pengairan dan keinginan untuk mengubah keadaan, masyarakat Poncosari menjadi semakin heterogen. Dihadapkan kondisi yang tidak menguntungkan, warga merespon dengan mencari penghidupan di luar desa, sebagian merambah dunia pariwisata, dan lainnya memilih wirausaha. Keterbukaan untuk menerima perubahan menjadi modal dasar untuk mengembangkan diri. Pertumbuhan dan perubahan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang-orang yang mau mengubah cara pandang, menerima masukan, dan berani mencoba hal baru adalah mereka yang mampu berkembang.
Bukan kebetulan jika Poncosari memiliki bentang alam yang indah dengan keanekaragaman hayati yang masih lestari. Dan dengan sedikit sentuhan kearifan lokal, warga Poncosari bisa menciptakan obyek wisata yang berbeda dari daerah lain. Keterlibatan masyarakat dalam membangun kawasan pantai tidak termasuk kegiatan eksploitasi yang merusak. Penanaman cemara udang justru menciptakan keunikan yang mampu dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghidupan baru. Konservasi penyu menjadi aksi peduli lingkungan oleh warga yang menunjukkan pentingnya hidup berdampingan dengan alam. Hidup selaras dengan alam adalah kunci keselamatan manusia di masa depan.
- Pelepasan tukik di Pantai Baru, Poncosari
Keterbukaan terhadap teknologi membuat warga Poncosari mampu menerapkan produksi biogas. Kotoran sapi diubah menjadi bahan bakar untuk memasak, setelah sebelumnya hanya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau dibuang. Biogas lebih ekonomis daripada gas alam dan menghasilkan lebih sedikit CO2 daripada kayu bakar.
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) turut menambah kekayaan teknologi energi yang diterapkan di Desa Poncosari. Perpaduan kincir angin dan panel surya mampu memproduksi energi listrik yang ramah lingkungan sebagai energi terbarukan. Di masa depan, energi terbarukan akan menggantikan energi konvensional yang dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar fosil. Sudah bukan rahasia lagi jika pembakaran bahan bakar fosil – minyak bumi dan batubara – telah berkontribusi besar terhadap bencana perubahan iklim. Konversi energi konvensional menjadi energi terbarukan merupakan salah satu usaha untuk menghambat laju pemanasan global dan mengatasi perubahan iklim.
Di bidang sosial budaya, Poncosari masih memiliki akar budaya yang kuat. Ini terbukti dengan semangat masyarakat untuk melestarikan kesenian tradisional dan budaya lokal. Regenerasi di bidang kesenian pun berjalan dengan banyaknya pertunjukan yang melibatkan pemuda.
Status Desa Tangguh Bencana menjadikan Desa Poncosari memiliki kecakapan dan kemandirian dalam merespon dan mengantisipasi terjadinya bencana yang mengancam. Kemampuan mengatasi situasi yang tidak menguntungkan menjadi bekal warga dalam menghadapi tantangan yang berasal dari alam.
Perpaduan akar sosial budaya yang kuat dengan kemauan dan kemampuan untuk menyerap pengetahuan baru menjadi kunci terwujudnya kehidupan yang berkelanjutan. Ecovillage, sebuah perwujudan desa berkelanjutan, adalah desa yang mampu memenuhi tuntutan perubahan zaman namun tetap berpegang pada kodratnya sebagai desa yang hidup berdampingan dengan alam serta tetap menjaga nilai-nilai lokal secara turun-temurun.
Dari perkembangan selama 10 tahun terakhir, warga Desa Poncosari sebenarnya sudah memiliki bayangan tentang bagaimana desa ideal. Membangun perekonomian dengan tetap melestarikan kekayaan alam, mengubah lahan tanpa merusak keseimbangan lingkungan, nguri-uri budaya, menerapkan teknologi ramah lingkungan, merupakan syarat utama dalam pengembangan Ecovillage. Keterbukaan pemikiran dan kemauan untuk berubah seiring perkembangan zaman menjadi karakter yang harus dimiliki warga Ecovillage. Ditambah dengan selalu mengusung semangat kesetaraan dan mendukung solidaritas antar warga maka akan terwujud sebuah desa berkelanjutan.
Seluruh potensi yang ada di Desa Poncosari tersebut akan disampaikan dalam pertemuan Ecovillage se-Asia dan Oceania pada 24 Oktober – 1 November mendatang. Pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh Global Ecovillage Network Oceania & Asia (GENOA) itu akan berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia. Perwakilan dari Indonesia ada empat orang, terdiri dari dua peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) Universitas Gadjah Mada yaitu: Puthut Indroyono dan Junaedi Ghazali. Seperti diketahui, PUSTEK adalah pembina salah satu bidang dalam Karang Taruna Desa Poncosari, yaitu Kelompok Kerja (POKJA) Eduwisata Energi Poncosari. Kemudian perwakilan Indonesia berikutnya adalah pemuda Desa Poncosari, yaitu Hermitianta Prasetya. Satu lagi adalah tokoh Pemuda Muhammadiyah.
Kehadiran Poncosari dalam pertemuan tahunan GENOA di Kuala Lumpur nanti akan menjadi kesempatan untuk mengumpulkan pengetahuan dalam mewujudkan desa mandiri berkelanjutan. Di sana, perwakilan Indonesia dapat ikut berbagi cerita dan menggali pengalaman dari ecovillage yang sudah mapan. Harapannya, warga Poncosari mampu niteni, nirokke, lan nambahi*) hal-hal yang sudah dijalankan masyarakat ecovillage lalu menerapkannya sesuai dengan potensi dan kebutuhan warga.
*) filosofi proses belajar yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara